Sabtu, 02 April 2016

CINTA

bikin nya lama dan hasilnya gaje-___-

CINTA
Dia itu sempurna untukku. Walaupun manusia tak ada yang sempurna, tapi dialah satu satunya. Ya, hanya satu menurut hati dan mataku yang waktu itu benar benar mengagumi sosoknya yang tegap,smart,dan wajahnya tak kalah menakjubkan untuk mata seorang gadis yang tengah dilanda asmara. Matanya membuat hati ini bergetar dan tak sangggup menatap lama. Bibirnya yang manis dan senyumnya yang menghangatkan jiwa. Sungguh, aku telah berdosa besar jika menatapnya terlalu lama. Tapi bagiku, tidak ada yang lebih menarik ketimbang tawanya. Dimanapun aku berada, mata ini dengan otomatisnya akan melirik semua wajah dan berhenti pada wajah yang benar benar menciptakan desir hangat di hati. Lalu mengikuti kemanapun ia melangkah, pandangan ini seakan enggan meninggalkan dan takut kehilangan nya.
Aku masih ingat benar ketika pertama kalinya ia menyapaku dengan suaranya yang rendah.. “Isma.. “ lalu aku menoleh dan jantung ini berdetak dengan cepat ketika menatap wajahnya. Lalu ia menarik tanganku dan berjalan dengan terburu buru. Aku bingung, apa yang sedanng  ia lakukan padaku? Aku mulai menghayal dan berfikir hal hal yang menyenangkan. Tapi ternyata, ia membawaku keruang PMR karena saat itu ada seorang siswa yang terluka cukup parah karena ia jatuh saat memanjat pagar sekolah. Tangannya berdarah karena tertusuk ranting pohon yang menancap ditanah. Aku langsung melakukan pertolongan pertama, dengan membersihkan lukanya dan dengan cepat aku membalut lukanya dengan sapu tangak ku, karena lukanya cukup parah dan harus segera di bawa kedokter, mungin perlu beberapa jahitan. Lalu aku dan zafran membawanya ke puskesmas.  Saat itu, kali pertamanya aku sama sekali lupa dengan kehadiran zafran didekatku. Padahal ia berada dekat sekali dengan hati ini. Namun, ketika aku melihat luka yang mengalir darah, yang ku ingat hanyalah secepatnya menangani luka itu. Ya, aku adalah anggota PMR yang bisa dikatakan paling berani ketika menangani luka, besar kecilnya sama sekali tidak berpengaruh bagiku, mungkin karena faktor keturunan. Ibuku seorang dokter dan nenek ku seorang bidan.
Dan saat itu, saat aku sadar zafran memperhatikan ku sejak lama, perasaan ini tak terkendali, hatiku kembali bergetar dan jantungku berdetak dengan kencang. Dia menatapku lalu berkata “terima kasih karena sudah rela datang dan menolong, maaf merepotkan.. harusnya seorang laki-laki lebih tanggap dan cepat, tapi maaf.. setiap orang memiliki ketakutan pada sesuatu, dan aku.. aku takut sekali dengan darah.. “ kali pertama dia bicara padaku, menceritakan sesuatu tentang dirinya. Ku balas tuturnya dengan senyuman dan berkata “ tidak hanya laki laki, tapi wanita juga harus cepat dan tanggap.. karena kelak.. wanita akan berperan lebih tanggap ketika tiba waktunya..” dia tersenyum “kapan waktu itu tiba?..” “tanyakan pertanyaan itu pada ibu mu..” lalu ia tertawa dan berkata “pikiranmu sudah seperti ibu ibu..” aku balas tertawa nya dengan sedikit ekspresi jengkel. Saat itu, ingin rasanya kuhentikan waktu.. karena kesempatan bercanda bersamanya itu langka. Hari itu, aku merasakan bahagia yang rasanya berbeda. Yang tidak akan pernah terulang lagi. Hari hari selanjutnya, sepanjamg hari aku berharap bisa bercanda lagi bersamanya. Tapi kesempatan itu tak pernah datang lagi, aku dan dia hanya sebatas kenal dimatanya. Dan kembali paada posisinya, cinta dalam yang terpendam dalam sekali hingga sulit untuk terlihat. Dan sayangnya, aku tidak memiliki kekuatan lebih untuk menunjukannya. Hati ini masih sabar dan kuat menyimpan rasa itu untuk waktu yang sangat lama.

 Dan sudah sangat lama hati ini memendam cinta, memendam rasa yang tak pernah terbalaskan. Sudah sangat lama, sampai aku dan dia sudah tidak satu lingkugan sekolah. hingga ia harus benar benar pergi meninggalkan kampung halamanku tercinta ini. Ya, saat aku tau bahwa aku takkan bisa menatapnya lagi, saat itulah hati ini remuk tanpa kata. Tangis tanpa suara itu ternyata amat menyakitkan. Tak ada yang dapat kulakukan selain menatap langkahnya diujung pelabuhan yang dingin. Jantungku seakan berhenti berdetak ketika melihat langkahnya yang perlahan menghilang, masuk kedalam kendaraan besar dan terapung di air itu. Ingin rasanya aku berlari dan menghentikannya seraya berkata “ zafran .. jangan kau tinggalkan hati ini membeku disini..” tapi apa daya seorang gadis yang ia anggap cepat dan tanggap ini begitu rapuh mengenai hati. Luka ini begitu dalam saat melihatnya pergi, tapi luka ini tidak berdarah, dan ia tidak akan takut bukan untuk melihat luka ini?
Dan cinta itu, tidak berhenti sampai ia pergi dan lama sekali tak pernah melihatnya lagi. Dan sampai saat ini, ketika undangan pernikahannya sampai pada tangan rapuh ini. Hati ini masih bergetar saat membaca namanya, tapi bedanya hati ini lebih tegar dan mencoba mengerti. Walaupun hati ini tidak bisa mendustai mata. Air mata ini buktinya. Bukti bahwa hati ini sebenarnya belum tegar, tapi mencoba untuk tegar. Kenangan yang mungkin tak pantas disebut kenangan, yang mungkin lama terlupakan olehnya, masih tersimpan rapi di sini, bersama hati yang sudah lama terluka. Dan saat ini .. pantaskah rasa yang dalam ini disebut cinta? Mungkin bukan cinta sejati. Lalu, dimana cinta sejati itu? Ketika begitu lama rasa itu tak tergantikan, tak satupun hingga sekarang.
Zafran kini telah menjadi orang sukses yang patut dibanggakan. Sekarang dia seorang pengacara hebat dan menjadi sukarelawan disela sela kesibukannya. Jiwa seorang PMR yang takut dengan darah ini tidak menghalangi niatnya. Ia ikut membantu jika terjadi bencana alam, walaupun misalnya hanya membantu mempromosikan kesekolah sekolah untuk menyumbangkan sedikit baraang barang mereka yang bermanfaat atau hanya menghibur anak anak pengungsi korban banjir. Tai ia tetap mempunyai hati yang tulus ketika menolong. Dulu, sewaktu kuliah di ibu kota provinsi aku pernah bertemu sekali dengan nya. Bisa dibayangkan betapa kencang detak jantungku saat itu, saat melihat matanyayang secerah dulu. Namun bedanya kini ia jauh lebih tinggi dan membuat ia terlihat lebih tegap. Tak banyak kata yang kuucakan saat itu, aku hanya menatapnya lekat lekat dari kejauhan. betapa diriku merindukannya, betapa hati ini sakit menahan rindu yang tak berujung. Namun setidaknya, pertemuan itu sedikit banyaknya membuat rindu ini berkurang. Dan ternyata pertemuan itu tidak hanya datang sekali, aku malah lebih sering bertemu dengannya ketika misalnya terjadi bencana alam, dia seorang relawan dan begitupun aku. Entah ia masih ingat atau sudah lupa tentang wanita yang tanggap dan cepat yang pernah ia katakan dulu. Entahlah  begitu penting itu menurutnya. Tapi itu menurutnya, tidak demikian dengan ku, obrolan itu takkan pernah lupa olehku, tak akan. Luka yang sekian lama menganga itupun seakan membaik. Entah ia sadar atau tidak, setiap aku menatanya dengan taapan yang sungguh dalam, bukan tatapan biasa.
Tapi, ternyata hati ini terluka lagi bahkan sebelum luka ini sembuh. Luka yang bahkan lebih dalam, sangat dalam. Setelah lama ia tak pernah lagi ikut membantu korban korban bencana alam(kami ikut membantu korban bencana alam di seluruh indonesia) kabarnya tidak pernah terdengar lagi olehku. Rindu itu semakin dalam rasanya, bahkan lebih dalam ketika tidak berjumpa bertahun tahun lamanya. Dan yang datang malah undangan pernikahannya, sungguh tangan ini bergetar. Sungguh hati ini sakit menatap namya terukir bersama wanita lain. Kali ini, bukan sekedar kehilangannya dibaliik pelabuhan, atau merindukannya bertahun tahun. Tapi melepaskan semua rasa, membakar habis hati ini. Kali ini, aku terpaksa mengakui kenyataan pahit itu, bahwa cinta ini, rindu ini benar benar tidak akan pernah lagi terbalaskan. Dan harapan yang dengan terpaksa harus berhenti disini. Dibatas sebuah harapan.
Aku menatap wajah mereka berdua yang tersenyum diselimuti kebahagiaan. Calon istrinya memang berkali kali lebih baik dariku, lebih cantik, lebih pintar dan lebih segalanya. Calon istrinya tak lain adalah adik kelasku sewaktu sekolah dulu, namanya Ashinta. Sama populernya dengan zafran, sama cantik dan tampannya. Apalagi mereka dibalut dengan pakaian adat yang berwarna kemerahan itu, ashinta terlihat begitu anggun dengan gaun nya,dan.. apalagi zafran, ia begitu gagah dan berkali kali lebih tampan. Aku menghela nafas, berharap sakit yang tak pantas ini berlalu seiring hembusan nafas. Hari ini, dengan segenap jiwa dan hati yang begitu rapuh, ku beranikan diri hadir, menatap senyum indah penuh kebahagiaan itu untuk yang terakhir. Ya, terakhir menatapnya dengan perasaan ini. Karena selangkah aku pergi dari tempat ini, rasa itu akan ku tinggalkan disini, bersama hati ku dan kebahagiaannya yang tak pernah berasal dariku.
 Aku melangkah naik kepelaminan dengan hati yang begitu perih. Berjalan dan mengucapkan selamat. Pertama, ku salami Ashinta. Mempelai wanita yang wajah nya sungguh begitu canntik ketika menatapnya dengan jaraksedekat ini. Aku tersenyum, senyum ini tulus namun terkesan lirih. Lalu ia membalas senyumku, mungkin ia masih ingat denganku, kakakkelasnya dulu. “ selamat ya.. semoga bahagia dan diridhoi allah, semoga Allah menjadikan kalian berdua sepasang suami istri yang akan bahagia sampai kapanpun..” Ashinta yang memang memiliki kepribadian ramah itu membalasku dengan senyumnya yang begitu indah “sama sama mbak isma.. “. “sebentar lagi kau akan jadi wanita yang harus cepat dan tanggap..” spontan saja, kalimat itu keluar dari mulut ini. Dan saat itu zafran dengan cepat menoleh ke arah ku, seperti sedang mengingat sesuatu. Aku dan Ashinta hanya tersenyum. Dan yang kedua, saat aku mengulurkan tanganku pada zafran. Hati ini sunggu bergetar, rasa ini semakin aneh, indah, sekaligus sakit. Kutatap matanya, dan mata yang cerah itu memancarkan sinar,sinar kebahagiaan. Dan tanpa sadar, bodohnya aku, bulir bening ini dengan mudahnya melewati kelopak mataku. Tanpa sadar aku berhambur kepelukannya, saat itu entah apa yang kupikirkan, aku meeluknya erat. Lama aku terdiam, tersedu dipelukannya. Entah apa yang ia pikirkan, istrinya pikirkan, dan semua mata yang menatapku, saat itu aku benar benar tidak peduli, sama sekali.
Dan saat aku melepas pulukan ku, wajahnya heran dan istrinya menatapku bingung. Aku mengusap air mataku, turun dari pelaminan tanpa sepatah kata. Aku benar benarmalu, tak sadar sama sekali. Aku tidak mengambil pusing, terserah apa kata mereka. Yang jelas hati ini lebih lega sekarang. Dan sebelum aku pergi, kutatap matanya dari kejauhan, hangat nya pelukan tadi belum sempurna hilang. Sekarang, kuat atau tidak, suka atau tidak, akan ku tinggalkan hati yang hanya satu ini disini. Ditempat penuh kebahagiaan ini. Aku akan melupakannya, walaupun aku sendiri tidak begitu yakin. Tapi, saat ini aku tau, bahwa harapan ini sudah sampai pada batasnya. Kerinduan ini sudah akan berakhir disini. Mungkin hati ini takkan pernah kembali, akan tetap disini. Siapapun jodohku kelak, semoga rasa ini sudah benar benar musnah, hingga aku bisa mencintai jodohku suatu hari nanti, cinta sejatiku. Sekali lagi, aku menghembuskan nafas, dan semua rasa itu akan benar benar ikut terhembus. Setelah sekian lama rasa ini sanggup bertahan, dan hari ini. Semua sekarang sudah sampai di batas rasa, rasa yag tak pernah dan tak akan pernah terbalaskan. . Selamat tinggal hati,cinta,dan rinduku.

Hanya satuhal yang tak bisa terlupakan.. pelukan hangat yang tak disangka..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar