CINTA
Dia itu sempurna untukku.
Walaupun manusia tak ada yang sempurna, tapi dialah satu satunya. Ya, hanya
satu menurut hati dan mataku yang waktu itu benar benar mengagumi sosoknya yang
tegap,smart,dan wajahnya tak kalah menakjubkan untuk mata seorang gadis yang
tengah dilanda asmara. Matanya membuat hati ini bergetar dan tak sangggup
menatap lama. Bibirnya yang manis dan senyumnya yang menghangatkan jiwa.
Sungguh, aku telah berdosa besar jika menatapnya terlalu lama. Tapi bagiku,
tidak ada yang lebih menarik ketimbang tawanya. Dimanapun aku berada, mata ini
dengan otomatisnya akan melirik semua wajah dan berhenti pada wajah yang benar
benar menciptakan desir hangat di hati. Lalu mengikuti kemanapun ia melangkah,
pandangan ini seakan enggan meninggalkan dan takut kehilangan nya.
Aku masih ingat benar ketika
pertama kalinya ia menyapaku dengan suaranya yang rendah.. “Isma.. “ lalu aku
menoleh dan jantung ini berdetak dengan cepat ketika menatap wajahnya. Lalu ia
menarik tanganku dan berjalan dengan terburu buru. Aku bingung, apa yang
sedanng ia lakukan padaku? Aku mulai
menghayal dan berfikir hal hal yang menyenangkan. Tapi ternyata, ia membawaku
keruang PMR karena saat itu ada seorang siswa yang terluka cukup parah karena
ia jatuh saat memanjat pagar sekolah. Tangannya berdarah karena tertusuk
ranting pohon yang menancap ditanah. Aku langsung melakukan pertolongan
pertama, dengan membersihkan lukanya dan dengan cepat aku membalut lukanya
dengan sapu tangak ku, karena lukanya cukup parah dan harus segera di bawa
kedokter, mungin perlu beberapa jahitan. Lalu aku dan zafran membawanya ke
puskesmas. Saat itu, kali pertamanya aku
sama sekali lupa dengan kehadiran zafran didekatku. Padahal ia berada dekat
sekali dengan hati ini. Namun, ketika aku melihat luka yang mengalir darah,
yang ku ingat hanyalah secepatnya menangani luka itu. Ya, aku adalah anggota
PMR yang bisa dikatakan paling berani ketika menangani luka, besar kecilnya
sama sekali tidak berpengaruh bagiku, mungkin karena faktor keturunan. Ibuku
seorang dokter dan nenek ku seorang bidan.
Dan saat itu, saat aku sadar
zafran memperhatikan ku sejak lama, perasaan ini tak terkendali, hatiku kembali
bergetar dan jantungku berdetak dengan kencang. Dia menatapku lalu berkata
“terima kasih karena sudah rela datang dan menolong, maaf merepotkan.. harusnya
seorang laki-laki lebih tanggap dan cepat, tapi maaf.. setiap orang memiliki
ketakutan pada sesuatu, dan aku.. aku takut sekali dengan darah.. “ kali
pertama dia bicara padaku, menceritakan sesuatu tentang dirinya. Ku balas
tuturnya dengan senyuman dan berkata “ tidak hanya laki laki, tapi wanita juga
harus cepat dan tanggap.. karena kelak.. wanita akan berperan lebih tanggap
ketika tiba waktunya..” dia tersenyum “kapan waktu itu tiba?..” “tanyakan
pertanyaan itu pada ibu mu..” lalu ia tertawa dan berkata “pikiranmu sudah
seperti ibu ibu..” aku balas tertawa nya dengan sedikit ekspresi jengkel. Saat
itu, ingin rasanya kuhentikan waktu.. karena kesempatan bercanda bersamanya itu
langka. Hari itu, aku merasakan bahagia yang rasanya berbeda. Yang tidak akan
pernah terulang lagi. Hari hari selanjutnya, sepanjamg hari aku berharap bisa
bercanda lagi bersamanya. Tapi kesempatan itu tak pernah datang lagi, aku dan
dia hanya sebatas kenal dimatanya. Dan kembali paada posisinya, cinta dalam
yang terpendam dalam sekali hingga sulit untuk terlihat. Dan sayangnya, aku
tidak memiliki kekuatan lebih untuk menunjukannya. Hati ini masih sabar dan
kuat menyimpan rasa itu untuk waktu yang sangat lama.
Dan sudah
sangat lama hati ini memendam cinta, memendam rasa yang tak pernah terbalaskan.
Sudah sangat lama, sampai aku dan dia sudah tidak satu lingkugan sekolah.
hingga ia harus benar benar pergi meninggalkan kampung halamanku tercinta ini. Ya,
saat aku tau bahwa aku takkan bisa menatapnya lagi, saat itulah hati ini remuk
tanpa kata. Tangis tanpa suara itu ternyata amat menyakitkan. Tak ada yang
dapat kulakukan selain menatap langkahnya diujung pelabuhan yang dingin.
Jantungku seakan berhenti berdetak ketika melihat langkahnya yang perlahan
menghilang, masuk kedalam kendaraan besar dan terapung di air itu. Ingin rasanya
aku berlari dan menghentikannya seraya berkata “ zafran .. jangan kau
tinggalkan hati ini membeku disini..” tapi apa daya seorang gadis yang ia
anggap cepat dan tanggap ini begitu rapuh mengenai hati. Luka ini begitu dalam
saat melihatnya pergi, tapi luka ini tidak berdarah, dan ia tidak akan takut
bukan untuk melihat luka ini?
Dan cinta
itu, tidak berhenti sampai ia pergi dan lama sekali tak pernah melihatnya lagi.
Dan sampai saat ini, ketika undangan pernikahannya sampai pada tangan rapuh
ini. Hati ini masih bergetar saat membaca namanya, tapi bedanya hati ini lebih
tegar dan mencoba mengerti. Walaupun hati ini tidak bisa mendustai mata. Air mata
ini buktinya. Bukti bahwa hati ini sebenarnya belum tegar, tapi mencoba untuk
tegar. Kenangan yang mungkin tak pantas disebut kenangan, yang mungkin lama
terlupakan olehnya, masih tersimpan rapi di sini, bersama hati yang sudah lama
terluka. Dan saat ini .. pantaskah rasa yang dalam ini disebut cinta? Mungkin
bukan cinta sejati. Lalu, dimana cinta sejati itu? Ketika begitu lama rasa itu
tak tergantikan, tak satupun hingga sekarang.
Zafran
kini telah menjadi orang sukses yang patut dibanggakan. Sekarang dia seorang
pengacara hebat dan menjadi sukarelawan disela sela kesibukannya. Jiwa seorang
PMR yang takut dengan darah ini tidak menghalangi niatnya. Ia ikut membantu
jika terjadi bencana alam, walaupun misalnya hanya membantu mempromosikan
kesekolah sekolah untuk menyumbangkan sedikit baraang barang mereka yang
bermanfaat atau hanya menghibur anak anak pengungsi korban banjir. Tai ia tetap
mempunyai hati yang tulus ketika menolong. Dulu, sewaktu kuliah di ibu kota
provinsi aku pernah bertemu sekali dengan nya. Bisa dibayangkan betapa kencang
detak jantungku saat itu, saat melihat matanyayang secerah dulu. Namun bedanya
kini ia jauh lebih tinggi dan membuat ia terlihat lebih tegap. Tak banyak kata
yang kuucakan saat itu, aku hanya menatapnya lekat lekat dari kejauhan. betapa
diriku merindukannya, betapa hati ini sakit menahan rindu yang tak berujung. Namun
setidaknya, pertemuan itu sedikit banyaknya membuat rindu ini berkurang. Dan
ternyata pertemuan itu tidak hanya datang sekali, aku malah lebih sering
bertemu dengannya ketika misalnya terjadi bencana alam, dia seorang relawan dan
begitupun aku. Entah ia masih ingat atau sudah lupa tentang wanita yang tanggap
dan cepat yang pernah ia katakan dulu. Entahlah begitu penting itu menurutnya. Tapi
itu menurutnya, tidak demikian dengan ku, obrolan itu takkan pernah lupa
olehku, tak akan. Luka yang sekian lama menganga itupun seakan membaik. Entah
ia sadar atau tidak, setiap aku menatanya dengan taapan yang sungguh dalam,
bukan tatapan biasa.
Tapi,
ternyata hati ini terluka lagi bahkan sebelum luka ini sembuh. Luka yang bahkan
lebih dalam, sangat dalam. Setelah lama ia tak pernah lagi ikut membantu korban
korban bencana alam(kami ikut membantu korban bencana alam di seluruh
indonesia) kabarnya tidak pernah terdengar lagi olehku. Rindu itu semakin dalam
rasanya, bahkan lebih dalam ketika tidak berjumpa bertahun tahun lamanya. Dan
yang datang malah undangan pernikahannya, sungguh tangan ini bergetar. Sungguh
hati ini sakit menatap namya terukir bersama wanita lain. Kali ini, bukan sekedar
kehilangannya dibaliik pelabuhan, atau merindukannya bertahun tahun. Tapi
melepaskan semua rasa, membakar habis hati ini. Kali ini, aku terpaksa mengakui
kenyataan pahit itu, bahwa cinta ini, rindu ini benar benar tidak akan pernah
lagi terbalaskan. Dan harapan yang dengan terpaksa harus berhenti disini.
Dibatas sebuah harapan.
Aku
menatap wajah mereka berdua yang tersenyum diselimuti kebahagiaan. Calon
istrinya memang berkali kali lebih baik dariku, lebih cantik, lebih pintar dan
lebih segalanya. Calon istrinya tak lain adalah adik kelasku sewaktu sekolah
dulu, namanya Ashinta. Sama populernya dengan zafran, sama cantik dan
tampannya. Apalagi mereka dibalut dengan pakaian adat yang berwarna kemerahan
itu, ashinta terlihat begitu anggun dengan gaun nya,dan.. apalagi zafran, ia
begitu gagah dan berkali kali lebih tampan. Aku menghela nafas, berharap sakit
yang tak pantas ini berlalu seiring hembusan nafas. Hari ini, dengan segenap
jiwa dan hati yang begitu rapuh, ku beranikan diri hadir, menatap senyum indah
penuh kebahagiaan itu untuk yang terakhir. Ya, terakhir menatapnya dengan perasaan
ini. Karena selangkah aku pergi dari tempat ini, rasa itu akan ku tinggalkan
disini, bersama hati ku dan kebahagiaannya yang tak pernah berasal dariku.
Aku melangkah naik kepelaminan dengan hati
yang begitu perih. Berjalan dan mengucapkan selamat. Pertama, ku salami
Ashinta. Mempelai wanita yang wajah nya sungguh begitu canntik ketika
menatapnya dengan jaraksedekat ini. Aku tersenyum, senyum ini tulus namun
terkesan lirih. Lalu ia membalas senyumku, mungkin ia masih ingat denganku,
kakakkelasnya dulu. “ selamat ya.. semoga bahagia dan diridhoi allah, semoga
Allah menjadikan kalian berdua sepasang suami istri yang akan bahagia sampai
kapanpun..” Ashinta yang memang memiliki kepribadian ramah itu membalasku
dengan senyumnya yang begitu indah “sama sama mbak isma.. “. “sebentar lagi kau
akan jadi wanita yang harus cepat dan tanggap..” spontan saja, kalimat itu
keluar dari mulut ini. Dan saat itu zafran dengan cepat menoleh ke arah ku,
seperti sedang mengingat sesuatu. Aku dan Ashinta hanya tersenyum. Dan yang
kedua, saat aku mengulurkan tanganku pada zafran. Hati ini sunggu bergetar,
rasa ini semakin aneh, indah, sekaligus sakit. Kutatap matanya, dan mata yang
cerah itu memancarkan sinar,sinar kebahagiaan. Dan tanpa sadar, bodohnya aku,
bulir bening ini dengan mudahnya melewati kelopak mataku. Tanpa sadar aku
berhambur kepelukannya, saat itu entah apa yang kupikirkan, aku meeluknya erat.
Lama aku terdiam, tersedu dipelukannya. Entah apa yang ia pikirkan, istrinya
pikirkan, dan semua mata yang menatapku, saat itu aku benar benar tidak peduli,
sama sekali.
Dan saat
aku melepas pulukan ku, wajahnya heran dan istrinya menatapku bingung. Aku
mengusap air mataku, turun dari pelaminan tanpa sepatah kata. Aku benar
benarmalu, tak sadar sama sekali. Aku tidak mengambil pusing, terserah apa kata
mereka. Yang jelas hati ini lebih lega sekarang. Dan sebelum aku pergi, kutatap
matanya dari kejauhan, hangat nya pelukan tadi belum sempurna hilang. Sekarang,
kuat atau tidak, suka atau tidak, akan ku tinggalkan hati yang hanya satu ini
disini. Ditempat penuh kebahagiaan ini. Aku akan melupakannya, walaupun aku
sendiri tidak begitu yakin. Tapi, saat ini aku tau, bahwa harapan ini sudah
sampai pada batasnya. Kerinduan ini sudah akan berakhir disini. Mungkin hati
ini takkan pernah kembali, akan tetap disini. Siapapun jodohku kelak, semoga
rasa ini sudah benar benar musnah, hingga aku bisa mencintai jodohku suatu hari
nanti, cinta sejatiku. Sekali lagi, aku menghembuskan nafas, dan semua rasa itu
akan benar benar ikut terhembus. Setelah sekian lama rasa ini sanggup bertahan,
dan hari ini. Semua sekarang sudah sampai di batas rasa, rasa yag tak pernah
dan tak akan pernah terbalaskan. . Selamat tinggal hati,cinta,dan rinduku.
Hanya satuhal
yang tak bisa terlupakan.. pelukan hangat yang tak disangka..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar